Rabu, 20 Februari 2008

Analisa Blok Langgak III


Indonesia Take + Pertamina




Indonesia take ditambah dengan PT. Pertamina mendapatkan bagian sebesar Rp. 1.553.838.456.500,00


Goverment take


Bagian Pemerintah mendapatkan hasil sebesar Rp. 1.290.816.171.530


Jatah Propinsi dan kabupaten penghasil yakni Kampar dan Rohul


Ini hasil yang diperoleh Propinsi Riau kabupaten Kampar, dan Rohul ini asumsi dimana produksi hanya sebesar 407, 05 barrel perhari, bagaimanakah dengan lebih besar dari itu tentu saja bagi hasilnya lebih gede dong., ?

Kesimpulan :

-1. Perhitungan tersebut menggunakan faktor yang sangat konservativ sekali sehingga apabila harga minyak dunia mengalami kenaikan maka akan terjadi skenario revenue yang tinggi dong

-2. Produksi tersebut juga cukup konservatif tanpa EOR sehingga dimungkinkan juga adanya pertambahan produksi sehingga tentunya menambah return dari hasil produksi Blok Langgak tersebut

Selasa, 19 Februari 2008

Analisa Blok Langgak II


Hasil Analisa


Total Rata-Rata produksi tanpa EOR selama 15 tahun adalah = 146.640,00 atau sebesar 401, 75 barrel perhari atau dengan revenue yang diperoleh sebesar Rp 118,778,400,000.00 dengan asumsi base oil price $90/barrel dengan kurs 1 $ = Rp. 9.000 sehingga dengan harga Rp. 810.000 dengan sistem pembayaran melalui metode out of production.


Sementara itu total minimum investasi adalah Rp. 1.00.000.000,00 dengan total pengeluaran selama 15 tahun adalah sebesar Rp. 99.982.000.000,00 dan Profitability indeks sebesar 1.75 > 1 yang mengartikan bahwa bisnis ini cukup baik. dan IRR sebesar 552.43 %.





Total Net Recovery sebesar Rp. 99.982.000.000,00 dimana total take untuk Kontraktor sebesar Rp. 117.846.543.500 dan Pemerintah sebesar Rp. 1.553.838.456.500 sehingga total Revenue sebesar Rp. 1.731.685.000.000,00



Analisa Resiko

Dalam melakukan analisa bisnis resio tersebut ada beberpa hal yang perlu diketahui, dimana resiko adalah sesuatu atau kondisi yang tidak disukai terhadap bisnis di Blok Langgak.
ENPV = Peluang sukses [(Net Revenue Interest x Reserves x Wellhed Price) – (Investasi + Biaya Operasi+ Wellhead taxes + Income Taxes)]-Peluang kegagalan [After-tax dry-hole cost + geotechnical and lease cost].

namun dikarenakan bahwa Blok Langgak merupakan bisnis pengembangan maka resikonya berdasarkan ketentuan standard Petrolium AS yakni sebesar P 30 % - P 44 %. atau dengan menggunakan rumus stdv statistika






Berdasarkan rumus diatas bahwa Stdev resiko menghasilkan sebesar 365.172.658,64 <1.000.000.000,00 align="justify">Pembagian Bagi Hasil untuk Daerah Penghasil dari Blok Langgak


dasar permikiran bagi hasil adalah :


Peraturan Perundang-undangan tentang Otonomi Daerah yang berhubungan langsung dengan UU No. 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi terdiri dari:
UU No. 22 tahun 199 tentang Pemerintah daerah
UU No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah
PP No. 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom
PP No. 104 tahun 2000 tentang Dana Perimbangan


Pasal – pasal yang berhubungan tersebut diantaranya sebagai berikut.
A.Undang – undang No. 22 Tahun 1999

Pasal 79
Sumber pendapatan Daerah terdiri atas:
a.pendapatan asli Daerah, yaitu:
1.hasil pajak Daerah
2.hasil retribusi Daerah
3.hasil perusahaan milik Daerah dan hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan, dan
4.lain – lain pendapatan Daerah yang sah;
b.dana perimbangan;
c.pinjaman Daerah; dan
d.lain – lain pendapatan Daerah yang sah

Pasal 80

(1)Dana perimbangan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79, terdiri atas :
a.Bagian Daerah dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan hak atas Tanah dan Bangunan, dan penerimaan dari sumber daya alam;
b.Dana alokasi umum; dan
c.Dana alokasi khusus
(2) Bagian Daerah dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan sektor perdesaan, perkotaan, dan perkebunan serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, diterima langsung oleh Daerah penghasil.
(3) Bagian daerah dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan sektor pertambangan serta kehutanan dan penerimaan dari sumber daya alam, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, diterima oleh Daerah penghasil dan Daerah lainnya untuk pemerataan sesuai dengan peraturan perundang – undangan. (4)Ketentuan lebih lanjut, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) ditetapkan dengan undang – undang.

Pasal 81
(1)Pemerintah Daerah dapat melakukan peminjaman dari sumber dalam negeri dan/atau dari sumber luar negeri untuk membiayai kegiatan pemerintahan dengan persetujuan DPRD.
(2)Pinjaman dari dalam negeri diberitahukan kepada Pemerintah dan dilaksanakan sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Pemerintah.
(3)Peminjaman dan sumber dana pinjaman yang berasal dari luar negeri, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus mendapatkan persetujuan Pemerintah, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan.
(4)Tata cara peminjaman, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), ditetapkan oleh Pemerintah.

Pasal 84

Daerah dapat memiliki Badan Usaha Milik Daerah sesuai dengan peraturan perundang – undangan dan pembentukannya diatur dengan Peraturan Daerah.
B.Undang – undang No. 25 Tahun 1999

Pasal 3

Sumber – sumber penerimaan Daerah dalam pelaksanaan desentralisasi adalah :
a.Pendapatan Asli Daerah;
b.Dana Perimbangan; c.Pinjaman Daerah;
d.Lain – lain Penerimaan yang sah


Pasal 4

Sumber Pendapatan Asli Daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 huruf a, terdiri dari :

a.hasil pajak Daerah;
b.hasil retribusi Daerah;
c.hasil perusahaan milik Daerah dan hasil pengelolaan kekayaan Daerah lainnya yang dipisahkan;
d.lain – lain Pendapatan Asli Daerah yang sah.

Pasal 6

(1)Dana Perimbangan terdiri dari :
a.Bagian Daerah dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan Penerimaan dari sumber daya alam;
b.Dana Alokasi Umum;
c.Dana Alokasi Khusus;
(7) Penerimaan Negara dari sumber daya alam sektor pertambangan minyak dan gas alam yang dihasilkan dari wilayah Daerah yang bersangkutan dibagi dengan imbangan sebagai berikut:
a.Penerimaan Negara dari pertambangan minyak bumi yang berasal dari Wilayah Daerah setelah dikurangi komponen pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku dibagi dengan imbangan 85% (delapan puluh lima persen) untuk Pemerintah Pusat dan 15% (lima belas persen) untuk Daerah.
b.Penerimaan Negara dari pertambangan gas alam yang berasal dari wilayah Daerah setelah dikurangi komponen pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku dibagi dengan imbangan 70% (tujuh puluh persen) untuk Pemerintah Pusat dan 30% (tiga puluh persen) untuk Daerah.
C.Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2000
Beberapa kewenangan Pemerintah Pusat di Bidang Pertambangan dan Energi menurut pasal 2 diantaranya:

Penetapan kebijakan intensifikasi, diversifikasi, konservasi, dan harga energi.
Penetapan kebijakan jaringan transmisi (grid) nasional/regional listrik dan gas bumi.
Penetapan penyediaan dan tarif dasar listrik, bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan gas bumi di dalam negeri.
Pengaturan survei dasar geologi dan air bawah tanah skala lebih kecil atau sama dengan 1:250.000, penyusunan peta tematis dan inventarisasi sumber daya mineral dan energi serta mitigasi bencana geologi.
Pemberian izin usaha inti minyak dan gas mulai dari eksplorasi sampai dengan pengangkutan minyak dan gas bumi dengan pipa lintas Propinsi.

Beberapa kewenangan Propinsi di Bidang Pertambangan dan Energi menurut pasal 3 diantaranya:
·Pengelolaan sumberdaya mineral dan energi nonmigas kecuali bahan radioaktif pada wilayah laut dari 4 (empat) sampai dengan 12 (duabelas)mil.
·Pelatihan dan penelitian di bidang pertambangan dan energi di wilayah Propinsi.

D.Peraturan Pemerintah No. 104 tahun 2000

Pasal 12
(1)Penerimaan Negara dari sumber daya alam sektor pertambangan minyak dan gas alam yang dibagikan ke daerah adalah penerimaan Negara dari sumber daya alam sektor pertambangan minyak dan gas alam dari wilayah daerah yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya.
(2)Penerimaan Negara dari pertambangan minyak bumi dan gas alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal (1) dibagi sebagai berikut :
a.Penerimaan Negara dari pertambangan minyak bumi dibagi dengan imbangan 85% (delapan puluh lima persen) untuk Pemerintah Pusat dan 15% (lima belas persen) untuk Daerah;
b.Penerimaan Negara dari pertambangan gas alam dibagi dengan imbangan 70% (tujuh puluh persen) untuk Pemerintah Pusat dan 30% (tiga puluh persen) untuk Daerah.
(3)Bagian Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf a, dibagi dengan rincian sebagai berikut:
a.3% (tiga persen) dibagikan untuk Propinsi yang bersangkutan;
b.6% (enam persen) dibagikan untuk Kabupaten/Kota penghasil;
c.6% (enam persen) dibagikan untuk Kabupaten/Kota lainnya dalam Propinsi yang bersangkutan.
(4)Bagian Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf c, dibagikan dengan porsi yang sama besar untuk semua Kabupaten/Kota dalam Propinsi yang bersangkutan.
(5)Bagian Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b, dibagi dengan rincian sebagai berikut:
a.6% (enam persen) dibagikan untuk Propinsi yang bersangkutan;
b.12% (dua belas persen) dibagikan untuk Kabupaten/Kota penghasil;
c.12% (dua belas persen) dibagikan untuk Kabupaten/Kota lainnya dalam Propinsi yang bersangkutan.
(6)Bagian Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) huruf c, dibagikan dengan porsi yang sama besar, untuk semua Kabupaten/Kota dalam Propinsi yang bersangkutan.

Pasal 13

(1)Menteri Teknis setelah berkonsultasi dengan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah menetapkan Kabupaten/Kota penghasil sebagaimana dimaksud dalam pasal 9, pasal 10, dan pasal 12.
(2)Menteri Teknis menetapkan dasar penghitungan bagian Daerah Kabupaten/Kota penghasil setelah berkonsultasi dengan Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah.
(3)Menteri Teknis menyampaikan dasar penghitungan bagian Daerah Kabupaten/Kota penghasil kepada Menteri Keuangan, Gubernur, dan Bupati/Walikota yang bersangkutan.
(4)Menteri Keuangan menetapkan jumlah dana bagian Daerah untuk masing – masing Daerah.


Pasal 14
(1)Jumlah dana bagian Daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat (4) disalurkan langsung ke kas Daerah oleh Menteri Keuangan secara berkala.
(2)Ketentuan pelaksanaan penyaluran bagian Daerah dari sumber daya alam sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Keuangan.



Bagi hasil untuk PT. Pertamina dikarenaka bentuk usaha adalah KSO sehingga bagian Pertamina total setelah PPH sebesar Rp. 246.205.344.970,00










BP Migas sebagai agen dari pemerintah yakni Departemen ESDM mendapatkan bagian sebesar Rp. 16.816.940.000,00





Sedangkan total reimbursement lokal sebesar Rp. 12.997.660.000,00


Analisa Bisnis & Ekonomis Blok Langgak

Analisa Bisnis & Ekonomis Blok Langgak
oleh : zulfikar
0761-7747873

Banyak e-mail yang masuk ke saya untuk membahas Blok Langgak dari segi bisnis dan bagi hasil yang diperoleh daerah, meskipun saya bukan seorang petrolium engineer, geologist, pegawai PT. CPI dan ahli perpajakan namun ada baiknya juga apabila saya membahas bisnis migas berdasarkan pengalaman saya dalam melakukan analisa dan studi kelayakan bisnis migas yang saya geluti sejak tahun 2003 di perbankan sebagai staf analis kredit dan pernah bergelut di dunia migas, mudah-mudahan dapat membantu Pemrov Riau yang berkeinginan untuk mengelola Blok Langgak tersebut.

Seputar Blok Langgak
Blok Langgak berada di wilayah Kabupaten Kampar dan Rokan hulu, Blok tersebut ditemukan oleh PT-Pertamina dan PT.CPI tanggal 13 Oktober 1976 dan kerjasamanya merupakan product sharing dimana sistem kontrak pengusahaan migas dengan kompensasi berupa bagi hasil antara pemerintah dan kontraktor yang diambil dari setiap produksi revenue setelah dikurangi recovable cost. Dan berproduksi pada Januari 1979


Kinerja Blok Langgak

  • Volume minyak awal : 36.000.000 STB
  • Produksi harian tertinggi : 3461 BOPD pada april 1979
  • Produksi harian 2007 : 430 BOPD
  • Jumlah sumur : 28 buah, 21 aktif, 7 sumur P & A
  • Poduksi komulatif : 11.740.000 bbls April 2004
  • Lapangan minyak :
  • struktur aklin luas area produksi 7 Acre dan 223 Acre 1 lapisan reservoir produktif formasi Bekasap dengan ketebalan rata-rata 30 ft

Analisa Ekonomi dan Bisnis

Jenis Kerjasama : KSO

Base Oil Price :Rp. 810.000 /barrel

Jangka Waktu :15 Tahun

Investasi awal Rp. 1.000.000.000

Asumsi Produksi Konservatif tanpa EOR

Tahun Production (BBl/Year) Tahun Produksi (BBl/Year)

2009 154.800 2016 154.800

2010 151.200 2017 151.200

2011 147. 600 2018 147.600

2012 144.000 2019 133.200

2013 136.800 2020 129.600

2014 151.200 2021 151.200

2015 147.600 2022 151.200

2023 147.600

Hasil Perhitungan sebagai berikut :






Hasil Analisis


Bersambung ke Analisa II

Sabtu, 16 Februari 2008

Analisa Bisnis Migas 2008

Analisa Bisnis Migas 2008


oleh : zulfikar


Bisnis Migas atau tepatnya berburu "emas hitam" sangat dipengaruhi oleh beberapa variabel, variabel tersebut diantaranya adalah supply dan demand terutama negara-negara yang sangat tergantung seperti AS, China, Jepang dan negara-negara eropa lainnya, disamping itu kondisi geopolitik di kawasan timur tengah, Afrika dan Amerika Latin serta ulah para spekulan yang bermain juga mempengaruhi kondisi harga minyak mentah dunia. Sementara itu negara-negara yang kaya akan minyak mengalami "dutch disease", khususnya Indonesia. Pada tahun 2008 ini oil & gas masih roose bersamaan dengan bisnis emas. Sementara itu produksi migas di seluruh dunia mengalami penurunan berdasarkan data dari EIA pada Desember 2007 total produksi baik negara-negara OPEC, OECD dan Non OPEC 86.52 mlnbpd. Maka dapat dipastikan bahwa produksi produksi di tahun 2008 tidak jauh berbeda pada tahun 2007 yakni diperkirakan mengalami penurunan dan kenaikan sebesar 10 % - 20 %






Sedangkan permintaan dunia diperkirakan sebesar 86.20 mln bpd - 87.6 mln bpd. Diperkirakan juga bahwa produksi Q-1 yang semula 87.6 mln bpd terjadi perubahan koreksi sebesar 150.000-170.000 bpd ke 86.6 mln bpd pada Q-2 juga terjadi perubahan produksi dimana terjadi penurunan 9.000 bpd ke 87.2 mln dan Q-3 juga terdapat penurunan 370.00 bpd ke angka 88.7 mln bpd. Akibat adanya gap supply dan demand maka mengakibatkan harga minyak menjadi lebih berfluktuatif dikisaran $ 80/barrel - $ 100/barrel.




Pada tahun 2008 ini harga minyak mentah juga mengalami kenaikan yang signifikan diperkirakan akan tembus diangka $ 80 - $ 165 / barrel, dimana memang terjadi penurunan namun penurunan tersebut hanya sampai level di $ 80 perbarrel, hal ini dipengaruhi oleh musim panas yang terjadi di AS. Sedangkan guncangan kecil kenaikan minyak dipengaruhi oleh geoplotik seperti yang terjadi di kawasan Amerika Latin venezuela, Bolivia, kawasan timur tengah Iran, dan kawasan Afrika seperti Nigeria dan kawasan Afrika lainnya.



Sementara itu para sepekulan masih juga bermain dimana akibat subprime morgage dan resesi ekonomi di AS berdampak kepada inflasi dan melemahnya mata uang dolar, kondisi seperti ini diperparah lagi para spekulan minyak yang menginginkan keuntungan sesaat terhadap trading forward dan option

Menurut publikasi konsultan terkenal Cambridge Energy Research Associates (CERA) bulan Januari 2008, volume open interest di NYMEX mencapai 1.5 juta kontrak (standar NYMEX dan ICE Future, 1 kontrak = 1000 barrel). Apabila digabungkan dengan options, maka total volume open interest mencapai 2.4 juta kontrak. Untuk transaksi non-commercial, net long position sebesar 83 ribu kontrak, atau sebesar 83 juta barrel yang hampir setara dengan total permintaan dunia sebesar 86 juta barrel per hari. Posisi long futures menjadi menguntungkan apabila harga naik, net long position umumnya merefleksikan ekpekstasi harga akan naik. Spekulan memang tidak menentukan kecenderungan harga, tetapi tindakan spekulan mempunyai kemampuan untuk “mengarahkan” kecenderungan harga tersebut.



Kondisi demikian diperparah lagi dengan adanya isu peg mata uang kawasan Timur Tengah dan China yang mengakibatkan kondisi AS semakin babak belur.


Migas di Indonesia


Untuk mendapatkan target produksi sebesar 1.03 juta barrel per hari diperkirakan tidak tercapai hal ini dikarenakan banyaknya sumur-sumur yang tua dan tidak adanya informasi yang jelas terhadap sumur-sumur yang baru tentang cadangan minyak di indonesia






Sedangkan akibat kenaikan harga minyak tersebutmengakibatkan terjadinya perubahan pada APBN Indonesia dimana tiap perubahan $ 10 harga minyak berdampak kepada defesit APBN sebesar Rp. 10.2 T - Rp. 11 T. Sementara itu jumlah minyak mentah yang diekspor juga terjadi gap yang cukup signifikan


sementara itu terjadinya penambahan pemakaian volume BBM yang diikuti dengan meningkatnya penjualan sepeda motor dan mobil didalam negeri menambah volume permintaan BBM dalam negeri terutama premium


Kesimpulan

  1. Harga Minyak 2008 masih diangka $ 80/barrel - $ 165/barrel, sebaiknya asumsi APBN menggunakan harga sebesar $ 85/barrel - $ 95/barrel pada Q-1, dan Q2 dan Q3-Q4 sebesar $ 100- $125 barrel untuk mengantisipasi skenario yang terburuk.
  2. Ekonomi di AS sudah terjerumus akan inflasi maka untuk menjaga mata uangnya mereka mencoba menjaga harga minyak sebagai jalan terakhir.
  3. Indonesia harus segera membuka konsesi kontrak PSC sejara jelas dan terpublikasi di media berapa HC mendapat imbalan dan berapa perusahaan PSC yang melakukan penyetoran dan berapa lama jangka waktunya, untuk menghindari adanya isu miring tentang PSC dan adanya dana menguap
  4. Pemerintah dan pihak PSC harus melaksanakan cost effisiensi terutama untuk menghindari pembengkakan cost recovery