Analisa Bisnis Migas 2008
oleh : zulfikar
Bisnis Migas atau tepatnya berburu "emas hitam" sangat dipengaruhi oleh beberapa variabel, variabel tersebut diantaranya adalah supply dan demand terutama negara-negara yang sangat tergantung seperti AS, China, Jepang dan negara-negara eropa lainnya, disamping itu kondisi geopolitik di kawasan timur tengah, Afrika dan Amerika Latin serta ulah para spekulan yang bermain juga mempengaruhi kondisi harga minyak mentah dunia. Sementara itu negara-negara yang kaya akan minyak mengalami "dutch disease", khususnya Indonesia. Pada tahun 2008 ini oil & gas masih roose bersamaan dengan bisnis emas. Sementara itu produksi migas di seluruh dunia mengalami penurunan berdasarkan data dari EIA pada Desember 2007 total produksi baik negara-negara OPEC, OECD dan Non OPEC 86.52 mlnbpd. Maka dapat dipastikan bahwa produksi produksi di tahun 2008 tidak jauh berbeda pada tahun 2007 yakni diperkirakan mengalami penurunan dan kenaikan sebesar 10 % - 20 %
Sedangkan permintaan dunia diperkirakan sebesar 86.20 mln bpd - 87.6 mln bpd. Diperkirakan juga bahwa produksi Q-1 yang semula 87.6 mln bpd terjadi perubahan koreksi sebesar 150.000-170.000 bpd ke 86.6 mln bpd pada Q-2 juga terjadi perubahan produksi dimana terjadi penurunan 9.000 bpd ke 87.2 mln dan Q-3 juga terdapat penurunan 370.00 bpd ke angka 88.7 mln bpd. Akibat adanya gap supply dan demand maka mengakibatkan harga minyak menjadi lebih berfluktuatif dikisaran $ 80/barrel - $ 100/barrel.
Pada tahun 2008 ini harga minyak mentah juga mengalami kenaikan yang signifikan diperkirakan akan tembus diangka $ 80 - $ 165 / barrel, dimana memang terjadi penurunan namun penurunan tersebut hanya sampai level di $ 80 perbarrel, hal ini dipengaruhi oleh musim panas yang terjadi di AS. Sedangkan guncangan kecil kenaikan minyak dipengaruhi oleh geoplotik seperti yang terjadi di kawasan Amerika Latin venezuela, Bolivia, kawasan timur tengah Iran, dan kawasan Afrika seperti Nigeria dan kawasan Afrika lainnya.
Sementara itu para sepekulan masih juga bermain dimana akibat subprime morgage dan resesi ekonomi di AS berdampak kepada inflasi dan melemahnya mata uang dolar, kondisi seperti ini diperparah lagi para spekulan minyak yang menginginkan keuntungan sesaat terhadap trading forward dan option
Menurut publikasi konsultan terkenal Cambridge Energy Research Associates (CERA) bulan Januari 2008, volume open interest di NYMEX mencapai 1.5 juta kontrak (standar NYMEX dan ICE Future, 1 kontrak = 1000 barrel). Apabila digabungkan dengan options, maka total volume open interest mencapai 2.4 juta kontrak. Untuk transaksi non-commercial, net long position sebesar 83 ribu kontrak, atau sebesar 83 juta barrel yang hampir setara dengan total permintaan dunia sebesar 86 juta barrel per hari. Posisi long futures menjadi menguntungkan apabila harga naik, net long position umumnya merefleksikan ekpekstasi harga akan naik. Spekulan memang tidak menentukan kecenderungan harga, tetapi tindakan spekulan mempunyai kemampuan untuk “mengarahkan” kecenderungan harga tersebut.
Kondisi demikian diperparah lagi dengan adanya isu peg mata uang kawasan Timur Tengah dan China yang mengakibatkan kondisi AS semakin babak belur.
Migas di Indonesia
Untuk mendapatkan target produksi sebesar 1.03 juta barrel per hari diperkirakan tidak tercapai hal ini dikarenakan banyaknya sumur-sumur yang tua dan tidak adanya informasi yang jelas terhadap sumur-sumur yang baru tentang cadangan minyak di indonesia
Sedangkan akibat kenaikan harga minyak tersebutmengakibatkan terjadinya perubahan pada APBN Indonesia dimana tiap perubahan $ 10 harga minyak berdampak kepada defesit APBN sebesar Rp. 10.2 T - Rp. 11 T. Sementara itu jumlah minyak mentah yang diekspor juga terjadi gap yang cukup signifikan
sementara itu terjadinya penambahan pemakaian volume BBM yang diikuti dengan meningkatnya penjualan sepeda motor dan mobil didalam negeri menambah volume permintaan BBM dalam negeri terutama premium
Kesimpulan
Harga Minyak 2008 masih diangka $ 80/barrel - $ 165/barrel, sebaiknya asumsi APBN menggunakan harga sebesar $ 85/barrel - $ 95/barrel pada Q-1, dan Q2 dan Q3-Q4 sebesar $ 100- $125 barrel untuk mengantisipasi skenario yang terburuk.
Ekonomi di AS sudah terjerumus akan inflasi maka untuk menjaga mata uangnya mereka mencoba menjaga harga minyak sebagai jalan terakhir.
Indonesia harus segera membuka konsesi kontrak PSC sejara jelas dan terpublikasi di media berapa HC mendapat imbalan dan berapa perusahaan PSC yang melakukan penyetoran dan berapa lama jangka waktunya, untuk menghindari adanya isu miring tentang PSC dan adanya dana menguap
Pemerintah dan pihak PSC harus melaksanakan cost effisiensi terutama untuk menghindari pembengkakan cost recovery