Selasa, 19 Februari 2008

Analisa Blok Langgak II


Hasil Analisa


Total Rata-Rata produksi tanpa EOR selama 15 tahun adalah = 146.640,00 atau sebesar 401, 75 barrel perhari atau dengan revenue yang diperoleh sebesar Rp 118,778,400,000.00 dengan asumsi base oil price $90/barrel dengan kurs 1 $ = Rp. 9.000 sehingga dengan harga Rp. 810.000 dengan sistem pembayaran melalui metode out of production.


Sementara itu total minimum investasi adalah Rp. 1.00.000.000,00 dengan total pengeluaran selama 15 tahun adalah sebesar Rp. 99.982.000.000,00 dan Profitability indeks sebesar 1.75 > 1 yang mengartikan bahwa bisnis ini cukup baik. dan IRR sebesar 552.43 %.





Total Net Recovery sebesar Rp. 99.982.000.000,00 dimana total take untuk Kontraktor sebesar Rp. 117.846.543.500 dan Pemerintah sebesar Rp. 1.553.838.456.500 sehingga total Revenue sebesar Rp. 1.731.685.000.000,00



Analisa Resiko

Dalam melakukan analisa bisnis resio tersebut ada beberpa hal yang perlu diketahui, dimana resiko adalah sesuatu atau kondisi yang tidak disukai terhadap bisnis di Blok Langgak.
ENPV = Peluang sukses [(Net Revenue Interest x Reserves x Wellhed Price) – (Investasi + Biaya Operasi+ Wellhead taxes + Income Taxes)]-Peluang kegagalan [After-tax dry-hole cost + geotechnical and lease cost].

namun dikarenakan bahwa Blok Langgak merupakan bisnis pengembangan maka resikonya berdasarkan ketentuan standard Petrolium AS yakni sebesar P 30 % - P 44 %. atau dengan menggunakan rumus stdv statistika






Berdasarkan rumus diatas bahwa Stdev resiko menghasilkan sebesar 365.172.658,64 <1.000.000.000,00 align="justify">Pembagian Bagi Hasil untuk Daerah Penghasil dari Blok Langgak


dasar permikiran bagi hasil adalah :


Peraturan Perundang-undangan tentang Otonomi Daerah yang berhubungan langsung dengan UU No. 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi terdiri dari:
UU No. 22 tahun 199 tentang Pemerintah daerah
UU No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah
PP No. 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom
PP No. 104 tahun 2000 tentang Dana Perimbangan


Pasal – pasal yang berhubungan tersebut diantaranya sebagai berikut.
A.Undang – undang No. 22 Tahun 1999

Pasal 79
Sumber pendapatan Daerah terdiri atas:
a.pendapatan asli Daerah, yaitu:
1.hasil pajak Daerah
2.hasil retribusi Daerah
3.hasil perusahaan milik Daerah dan hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan, dan
4.lain – lain pendapatan Daerah yang sah;
b.dana perimbangan;
c.pinjaman Daerah; dan
d.lain – lain pendapatan Daerah yang sah

Pasal 80

(1)Dana perimbangan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79, terdiri atas :
a.Bagian Daerah dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan hak atas Tanah dan Bangunan, dan penerimaan dari sumber daya alam;
b.Dana alokasi umum; dan
c.Dana alokasi khusus
(2) Bagian Daerah dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan sektor perdesaan, perkotaan, dan perkebunan serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, diterima langsung oleh Daerah penghasil.
(3) Bagian daerah dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan sektor pertambangan serta kehutanan dan penerimaan dari sumber daya alam, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, diterima oleh Daerah penghasil dan Daerah lainnya untuk pemerataan sesuai dengan peraturan perundang – undangan. (4)Ketentuan lebih lanjut, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) ditetapkan dengan undang – undang.

Pasal 81
(1)Pemerintah Daerah dapat melakukan peminjaman dari sumber dalam negeri dan/atau dari sumber luar negeri untuk membiayai kegiatan pemerintahan dengan persetujuan DPRD.
(2)Pinjaman dari dalam negeri diberitahukan kepada Pemerintah dan dilaksanakan sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Pemerintah.
(3)Peminjaman dan sumber dana pinjaman yang berasal dari luar negeri, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus mendapatkan persetujuan Pemerintah, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan.
(4)Tata cara peminjaman, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), ditetapkan oleh Pemerintah.

Pasal 84

Daerah dapat memiliki Badan Usaha Milik Daerah sesuai dengan peraturan perundang – undangan dan pembentukannya diatur dengan Peraturan Daerah.
B.Undang – undang No. 25 Tahun 1999

Pasal 3

Sumber – sumber penerimaan Daerah dalam pelaksanaan desentralisasi adalah :
a.Pendapatan Asli Daerah;
b.Dana Perimbangan; c.Pinjaman Daerah;
d.Lain – lain Penerimaan yang sah


Pasal 4

Sumber Pendapatan Asli Daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 huruf a, terdiri dari :

a.hasil pajak Daerah;
b.hasil retribusi Daerah;
c.hasil perusahaan milik Daerah dan hasil pengelolaan kekayaan Daerah lainnya yang dipisahkan;
d.lain – lain Pendapatan Asli Daerah yang sah.

Pasal 6

(1)Dana Perimbangan terdiri dari :
a.Bagian Daerah dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan Penerimaan dari sumber daya alam;
b.Dana Alokasi Umum;
c.Dana Alokasi Khusus;
(7) Penerimaan Negara dari sumber daya alam sektor pertambangan minyak dan gas alam yang dihasilkan dari wilayah Daerah yang bersangkutan dibagi dengan imbangan sebagai berikut:
a.Penerimaan Negara dari pertambangan minyak bumi yang berasal dari Wilayah Daerah setelah dikurangi komponen pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku dibagi dengan imbangan 85% (delapan puluh lima persen) untuk Pemerintah Pusat dan 15% (lima belas persen) untuk Daerah.
b.Penerimaan Negara dari pertambangan gas alam yang berasal dari wilayah Daerah setelah dikurangi komponen pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku dibagi dengan imbangan 70% (tujuh puluh persen) untuk Pemerintah Pusat dan 30% (tiga puluh persen) untuk Daerah.
C.Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2000
Beberapa kewenangan Pemerintah Pusat di Bidang Pertambangan dan Energi menurut pasal 2 diantaranya:

Penetapan kebijakan intensifikasi, diversifikasi, konservasi, dan harga energi.
Penetapan kebijakan jaringan transmisi (grid) nasional/regional listrik dan gas bumi.
Penetapan penyediaan dan tarif dasar listrik, bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan gas bumi di dalam negeri.
Pengaturan survei dasar geologi dan air bawah tanah skala lebih kecil atau sama dengan 1:250.000, penyusunan peta tematis dan inventarisasi sumber daya mineral dan energi serta mitigasi bencana geologi.
Pemberian izin usaha inti minyak dan gas mulai dari eksplorasi sampai dengan pengangkutan minyak dan gas bumi dengan pipa lintas Propinsi.

Beberapa kewenangan Propinsi di Bidang Pertambangan dan Energi menurut pasal 3 diantaranya:
·Pengelolaan sumberdaya mineral dan energi nonmigas kecuali bahan radioaktif pada wilayah laut dari 4 (empat) sampai dengan 12 (duabelas)mil.
·Pelatihan dan penelitian di bidang pertambangan dan energi di wilayah Propinsi.

D.Peraturan Pemerintah No. 104 tahun 2000

Pasal 12
(1)Penerimaan Negara dari sumber daya alam sektor pertambangan minyak dan gas alam yang dibagikan ke daerah adalah penerimaan Negara dari sumber daya alam sektor pertambangan minyak dan gas alam dari wilayah daerah yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya.
(2)Penerimaan Negara dari pertambangan minyak bumi dan gas alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal (1) dibagi sebagai berikut :
a.Penerimaan Negara dari pertambangan minyak bumi dibagi dengan imbangan 85% (delapan puluh lima persen) untuk Pemerintah Pusat dan 15% (lima belas persen) untuk Daerah;
b.Penerimaan Negara dari pertambangan gas alam dibagi dengan imbangan 70% (tujuh puluh persen) untuk Pemerintah Pusat dan 30% (tiga puluh persen) untuk Daerah.
(3)Bagian Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf a, dibagi dengan rincian sebagai berikut:
a.3% (tiga persen) dibagikan untuk Propinsi yang bersangkutan;
b.6% (enam persen) dibagikan untuk Kabupaten/Kota penghasil;
c.6% (enam persen) dibagikan untuk Kabupaten/Kota lainnya dalam Propinsi yang bersangkutan.
(4)Bagian Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf c, dibagikan dengan porsi yang sama besar untuk semua Kabupaten/Kota dalam Propinsi yang bersangkutan.
(5)Bagian Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b, dibagi dengan rincian sebagai berikut:
a.6% (enam persen) dibagikan untuk Propinsi yang bersangkutan;
b.12% (dua belas persen) dibagikan untuk Kabupaten/Kota penghasil;
c.12% (dua belas persen) dibagikan untuk Kabupaten/Kota lainnya dalam Propinsi yang bersangkutan.
(6)Bagian Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) huruf c, dibagikan dengan porsi yang sama besar, untuk semua Kabupaten/Kota dalam Propinsi yang bersangkutan.

Pasal 13

(1)Menteri Teknis setelah berkonsultasi dengan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah menetapkan Kabupaten/Kota penghasil sebagaimana dimaksud dalam pasal 9, pasal 10, dan pasal 12.
(2)Menteri Teknis menetapkan dasar penghitungan bagian Daerah Kabupaten/Kota penghasil setelah berkonsultasi dengan Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah.
(3)Menteri Teknis menyampaikan dasar penghitungan bagian Daerah Kabupaten/Kota penghasil kepada Menteri Keuangan, Gubernur, dan Bupati/Walikota yang bersangkutan.
(4)Menteri Keuangan menetapkan jumlah dana bagian Daerah untuk masing – masing Daerah.


Pasal 14
(1)Jumlah dana bagian Daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat (4) disalurkan langsung ke kas Daerah oleh Menteri Keuangan secara berkala.
(2)Ketentuan pelaksanaan penyaluran bagian Daerah dari sumber daya alam sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Keuangan.



Bagi hasil untuk PT. Pertamina dikarenaka bentuk usaha adalah KSO sehingga bagian Pertamina total setelah PPH sebesar Rp. 246.205.344.970,00










BP Migas sebagai agen dari pemerintah yakni Departemen ESDM mendapatkan bagian sebesar Rp. 16.816.940.000,00





Sedangkan total reimbursement lokal sebesar Rp. 12.997.660.000,00


Tidak ada komentar: